Rangkaian nada dalam sebuah lagu klasik diciptakan oleh para komposer ratusan tahun yang lalu dan biasanya dibawakan dalam sebuah konser yang megah dan mewah yang dihadiri oleh para penikmat musik kelas tinggi.
Sangat jarang kita mendengar lagu- lagu jenis ini diputar di radio atau televisi seperti halnya lagu pop yang hampir sepanjang hari dibunyikan.
Namun anehnya ketika diperdengarkan potongan rangkaian nada yang terdapat pada sebuah lagu klasik, tak jarang kita bisa melanjutkan rangkaian nada selanjutnya, bagaimana ini bisa terjadi?
Penulis bukanlah seorang musisi, melainkan orang biasa yang didorong oleh rasa ingin tahu yang cukup besar. Untuk hal ini penulis mencoba mengingat kembali kapan dan di mana mendengar rangkaian nada- nada dalam sebuah lagu klasik tersebut untuk pertama kalinya. Sejauh ingatan penulis yang muncul dalam pikiran adalah film anak - anak di TV!
Pada saat masih kecil di era tahun 1980 an siaran televisi nasional saat itu TVRI menampilkan acara anak - anak yang cukup populer yaitu panggung boneka The Muppet Show . Dalam salah satu episodenya, tampil boneka seekor anjing berwarna coklat (belakangan penulis baru tahu bahwa namanya Rowlf The Dog) yang memainkan pianonya. Anjing itu menyajikan sebuah lagu yang rangkaian nadanya sederhana, indah namun mudah diingat. Setiap saat rangkaian nada yang indah itu terngiang dalam pikiran penulis. Belakangan barulah penulis tahu bahwa lagu itu adalah Fur Elise karya Beethoven dan dibuat tahun 1810 π²!
Mundur pada era tahun 50 an, ada sebuah film serial TV yang sangat populer yang mengisahkan seorang pahlawan koboi bertopeng yang dikenal sebagai The Lone Ranger.
Pada awal pembuka film ditampilkan sosok The Lone Range yang tengah menunggangi kudanya dan dengan gagah mengeluarkan pistol untuk melawan para penjahat. Adegan yang keren ini diiringi lagu yang sangat heroik. Lagu dan koboi itu menyatu dalam ingatan yang melihatnya. Seolah lagu itu memang sengaja dicipta sebagai pengiring aksi "Sang Pahlawan".
Namun kenyataannya tidak demikian. Ternyata lagu itu telah ada lama sebelum karakter Sang Pahlawan itu ada. Lagu pengiring itu adalah Willian Tell Overture karya Rossini tahun 1829.
Lagu yang sama pernah ditampilkan secara parody dalam film kartun Walt Disney Mickey Mouse pada episode berjudul The Band Concert tahun 1935.
Dari contoh - contoh ini penulis membuat kesimpulan sementara bahwa lagu- lagu klasik itu abadi melintasi ruang dan waktu dari generasi ke generasi dengan perantaraan film atau acara anak- anak.
Melalui cara yang sama generasi muda Indonesia abad 21 dikenalkan dengan lagu klasik yang telah berusia ratusan tahun dalam beberapa film animasi di stasiun televisi.
Pun dalam film yang sama ini ada sebuah adegan ketika Marsha melantunkan salah satu bagian populer dari Habaneraπ.
Penulis yakin bahwa dalam banyak acara atau film anak- anak populer seperti Walt Disney atau Tom and Jerry ada terselip banyak lagu- lagu klasik di dalamya, hanya saja karena keterbatasan pengetahuan dan waktu penulis belum dapat mengidentifikasinya.
Dalam film anak- anak ini seringkali rangkaian nada lagu klasik disajikan dengan ceroboh dan konyol sehingga terkesan meledek, "tidak sopan" atau merendahkan. Namun menurut penulis justru karena dibawakan dengan cara tersebutlah , secara tidak langsung karya masa lalu itu terabadikan, terbawa masuk dalam pikiran generasi muda dan terangkat kembali kepopulerannya.
Ingatan akan rangkaian nada dalam Fur Elise menjadi begitu lekat karena dibawakan oleh sosok yang sangat disenangi anak- anak. Potongan lagu Habanera atau Ode to Joy menjadi populer dan menjadi bagian dalam kehidupan sehari- hari. Dan ketika ada bos yang datang π±, serta merta dalam hati kita melantunkan nada awal lagu Beethoven Symphony no 5 .... Jeng jeng jeng jeng π
Penulis takjub ketika menyadari bahwa rangkaian nada yang dibuat ratusan tahun lalu ternyata masih "hidup" dan menggema dalam pikiran anak- anak di abad 21 ini.
Seandainya musik- musik klasik tersebut hanya disajikan lewat konser- konser yang serius, megah, mahal dan hanya dihadiri oleh sekelompok elit penikmat musik saja, maka karya itu akan menjadi asing dan perlahan punah. Melalui film anak- anak karya itu terlahir kembali menyapa generasi baru.
Melalui caranya sendiri film- film anak itu telah menjadi duta karya- karya klasik dari masa lalu dan membawanya ke masa kini. Karya sang komposer yang berasal dari zaman dan tempat yang berbeda itu masuk ke dalam pikiran anak- anak generasi baru. Sang kreator telah tiada, namun karyanya abadi.
Demikian pendapat penulis, semoga bermanfaat dan memberi inspirasi :)
No comments:
Post a Comment