Tuesday, December 31, 2019

LIHATLAH KE DEPAN, KE BELAKANG, KE BAWAH, KE SAMPING DAN KE ATAS

Ini hanyalah sebuah cerita fiksi yang dibuat sebagai sebuah renungan.

Alkisah ada seorang anak manusia yang ditakdirkan oleh yang maha kuasa, untuk selalu berjalan, berjalan, dan terus berjalan . Kakinya tiada pernah dapat ia hentikan hingga nanti pada akhir hidupnya.

Mula-mula anak tersebut selalu berjalan dengan kepala menunduk ke bawah , karena dilihat bahwa pada tanah yang dipijaknya ditemui banyak sekali kerikil - kerikil tajam, dan tak jarang pula ada duri yang berserakkan . Duri dan kerikil tersebut dapat membuatnya terantuk dan terluka , suatu pengalaman yang sama sekali tidak menyenangkan bagi setiap orang .Tak lama berselang kemudian maka anak tersebut menjadi bosan . karena yang terlihat hanyalah batu, tanah, kerikil, dan duri-duri belaka. Tak ada yang indah ataupun menyenangkan dengan melihat bebatuan tersebut . Ia menjadi jenuh dan menghendaki pemandangan yang lain.

Maka dicobanya sejenak mengalihkan pandangannya ke samping kanan . Dan segera ia menjadi terpana, melihat rekan- rekan sebaya dan senasib yang sama seperti dia . Mereka juga berjalan dan berjalan terus menerus . Dilambaikan kedua tangannya untuk membalas lambaian teman-temannya itu .Dia melihat juga ke sebelah kirinya . Dimana tampak hijau ceria rerumputan yang membentang bagai permadani tak bertepi, rimbun pohon-pohon menghiasi kaki gunung yang tegar , dengan de-daunannya yang menari berdansa bersa-ma sang bayu . Dan kelok-kelok sungai yang meliuk mesra mengikuti alunan gemercik air yang mengalir dari hulu.

Tanpa terasa pandangannya terus terbimbing ke arah atas, dimana kala siang di lihatnya sang matahari dengan iringan para awan, dan kala malam bertaburkan sejuta rasi bintang .

Sekalipun puas dan senang dengan pemandangan ini, namun ada pertanyaan yang mengusik pikiran anak ini . Kenapa yang terlihat cuma satu gunung saja, tidak adakah gunung yang lain ? kenapa pula yang ada cuma padang rumput, pohon, dan sungai yang itu–itu saja . Hanya segitu sajakah isi dunia ini ?Anak tersebut menoleh ke belakang, dan dilihatnya jejak- jejak kaki yang telah dibuatnya . Jejak–jejak tersebut ada yang melangkah ke samping, maju ke depan, mundur ke belakang, atau bahkan berputar-putar tak tentu arahnya . Dan sadarlah anak tersebut bahwa sebenarnya selama ini ia tidak pernah berjalan maju dengan benar . Rupanya karena terpesona dengan alam sekitar, selama ini ia hanya melangkah ke samping, berbelok, berjalan di tempat atau bahkan berputar-putar belaka . Maka ia memutuskan untuk sekali-sekali menyempatkan diri sejenak melihat jejak-jejak kakinya di belakang, agar langkah-langkah yang dibuatnya benar-benar adalah langkah maju !

Hari demi hari berikutnya dilalui anak itu dengan gembira . Dengan bermodalkan pandangan ke samping, ke atas, dan ke belakang ia merasa bahwa dirinya sudah dapat mengendalikan langkahnya dengan benar . Gunung, sungai, pepohonan dan padang rumput silih berganti tampil menghibur dirinya . Setiap saat sekali-kali ia selalu menyempatkan diri untuk menoleh ke belakang guna memastikan langkah-langkahnya . Dunia ini rasanya tidak lagi membosankan .

Sembari menikmati indahnya pemandangan yang berganti dari hari ke hari, anak itu bersiul-siul gembira . Dunia ini seolah bagai sudah dimengerti dan dipahaminya dengan baik . Namun karena gembiranya anak ini menjadi lalai . Tanpa sengaja langkah kakinya terbimbing menuju ke sekerumunan semak duri yang berdaun gatal . Dan terjebaklah anak itu dalam lingkar kesulitan yang tak pernah diduga ataupun dipikirkan sebelumnya . Dengan terengah-engah, tergopoh-gopoh, dan bersusah payah, akhirnya untunglah ia dapat keluar dari kesulitan .

Sekarang anak itu menjadi sadar, bahwa masih diperlukan satu lagi pemandangan agar dapat selalu aman dan selamat, yakni pandangan ke depan ! Maka dengan perasaan lega anak tersebut kembali melanjutkan perjalanan . Dengan melihat ke depan, ia dapat menentukan langkah yang hendak ditujunya dengan benar dan aman . Dengan melihat ke belakang dapat diketahui tentang catatan kemajuan yang telah dibuatnya selama ini, disamping kanan ada pandangan tentang teman-teman seperjuangan, di sebelah kiri terbentang gunung, sungai, hutan, serta padang hijau yang senantiasa berganti dari hari ke hari . Pada pandangan ke atas didapatinya sang matahari yang selalu menyinari bumi, dan rasi bintang selaku pedoman dikala hari malam . Rasanya sudah lengkaplah pandangan yang dimiliki anak tersebut . Bukankah semuanya sudah berada pada posisi yang benar dan sempurna adanya ?

Ketika terasa sakit dan pedih-pedih pada kedua kakinya, anak itu menoleh ke bawah . Dan dilihat bahwa kakinya tergores dan luka . Dicermatinya kembali langkah-langkah yang telah lewat, yang menampakkan jejak kaki terantuk ataupun tertusuk duri. Dicermatinya pula jalan yang ada di depannya . Dan didapatinya bahwa ternyata di depan masih banyak kerikil tajam dan duri yang berserakan yang siap untuk menggores ataupun menancap pada kakinya . ” Haruskah seluruh kerikil dan duri ini disingkirkan dari jalan-ku? Ataukah sebaiknya justru aku yang harus berhati-hati dalam berjalan ? ” Gumam anak itu bertanya dalam hati .

Akhirnya anak itu memutuskan untuk memilih yang terakhir . Dan semakin sadarlah anak itu untuk kesekian kalinya, bahwa dalam perjalanan hidup ini ternyata tidaklah cukup hanya memiliki pandangan ke depan, ke belakang, ke samping, dan ke atas saja, melainkan juga dalam melangkah haruslah pula memperhatikan keadaan tanah yang dipijak .

Dan ketika tiba saatnya bagi anak itu untuk harus meninggalkan dunia fana ini, anak ini meninggalkannya dengan rasa puas dan bahagia . Dari jejak-jejak tapak kakinya tampaklah jelas terukir seluruh perjalan hidupnya . Bagai lukisan sang maestro yang tahu kapan harus menggo-reskan kuasnya dengan tebal ataupun tipis, gelap maupun terang, jejak-jejak itu tampak indah dan mengagumkan dipandang dari kejauhan . Sebuah maha karya yang dibuat dengan penuh kesadaran, langkah demi langkah .


Surabaya, 9 Agustus 1997

Cerita ini pernah saya posting pada blog rintisan awal : pos-703.blogspot.com pada 6 Juni 2008, namun karena menurut saya cerita ini cukup bagus, maka saya posting ulang menjadi satu dalam Catatan Joeliono 🙏😊

No comments:

Post a Comment